Download Free Audio of Mongabay: Sesulit apa menemukan macan dahan, salah... - Woord

Read Aloud the Text Content

This audio was created by Woord's Text to Speech service by content creators from all around the world.


Text Content or SSML code:

Mongabay: Sesulit apa menemukan macan dahan, salah satu jenis kucing liar? Erwin: Probabilitas bertemu memang kecil, kecuali mereka yang setiap harinya di hutan sehingga punya banyak kesempatan. Hampir semua kucing liar itu sifatnya elusif. Kecenderungannya menghindar, dengan segala indra yang mereka punya. Mereka sering lebih dulu tahu ada manusia, ketimbang kita sadar bahwa ada mereka di sekitar kita. Sehingga mereka akan menghindar. Saya juga ingin mengoreksi anggapan yang mengatakan bahwa kucing bisa mencium bau manusia dari berapa kilometer itu. Sebenarnya, penciuman kucing itu tidak sebagus yang kita kira. Mereka tahu lebih ke suara dan mencium bekas orang, mengendus bau manusia yang baru lewat. Indra utama yang digunakan adalah pendengaran dan penglihatan. Makanya, mereka cenderung berburu di waktu gelap, mulai dari magrib ke subuh, karena mata mereka berfungsi optimal saat gelap. Dan panjangnya kumis itu tidak seperti hewan lain, yang merupakan perpanjangan indra penciuman mereka. Panjang kumis ini lebih ke mendeteksi seberapa besar ruang yang ada di sekitar dia. Mongabay: Apa saja ancaman kelestarian kucing liar di Indonesia? Erwin: Paling utama menurut saya adalah kepedulian, karena berawal dari perhatian ini, orang akan memberikan perlakuan berbeda terhadap sesuatu. Tanpa kepedulian, misalnya ketika seseorang terdesak secara ekonomi, maka ada yang mencari cara untuk memburunya. Kucing-kucing ini memiliki rambut atau kulit yang khas dan unik, beberapa praktisi klenik dan obat-obatan juga percaya bahwa bagian-bagian tubuh dari kucing mempunyai khasiat. Sebut saja, dikatakan bisa memberikan wibawa dan mengobati sesuatu, sehingga menjadi hewan favorit untuk diburu. Padahal, secara medis belum ada penelitian ilmiah terkait hal tersebut. Selain diburu, adalah kurang tepatnya masyarakat dalam menangani konflik dengan satwa liar. Misalkan, warga yang kebunnya diserang hama seperti babi, monyet, dan sebagainya, kemudian memasang jerat. Jerat ini tidak pilih-pilih, segala jenis hewan bisa kena. Kucing liar adalah satwa terestrial yang menggunakan areal sekitar perkebunan, sehingga ketika mereka mencari makan bisa saja terkena jerat. Atau ada yang meracuni babi dan monyet, tanpa sengaja kucing liar juga akan terpapar. Ancaman berikutnya, secara umum adalah habitatnya di Indonesia, yaitu populasi manusia cukup besar, ruang hidup terus bertambah, juga invasi industri seperti perkebunan sawit. Ancaman lain adalah perkebunan kopi yang banyak mengonversi hutan. Di banyak tempat, kopi mengokupasi habitat kucing, sehingga kucing liar terdesak dan mereka masuk ke permukiman sehingga terjadi konflik. Bahkan, terjadi perburuan. Beruntungnya kucing adalah hewan yang adapatif. Tidak terlalu berpengaruh dengan hilangnya hutan karena sebenarnya yang berpengaruh adalah mangsanya. Ketika mangsanya hilang, kucing liar ini lari ke kampung, memangsa ternak penduduk. Mongabay: Bagaimana cara menumbuhkan partisipasi masyarakat atau berbagai pihak, agar mereka ikut menjaga dan melestarikan kucing liar di Indonesia? Erwin: Secara umum, pemerintah selaku penanggung amanat, tugasnya melestarikan sumber daya alam Indonesia. Untuk teman-teman, masyarakat sipil, komunitas, para pemerhati; secara hukum yakni UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; kewajiban pelestariannya bukan hanya pemerintah, tetapi tugas kita juga. Mari kita bersama berbuat, apapun yang bisa dilakukan, meski hanya menyampaikan pesan-pesan positif. Kalau bisa, lebih bagus bergabung sebagai volunteer atau bekerja di wilayah konservasi. Intinya, kita harus memiliki tanggung jawab bersama, melestarikan satwa liar yang ada di Indonesia.